KETIK, SURABAYA – Sawitri Retno adalah perempuan luar biasa yang mendedikasikan dirinya merawat ratusan anak disabilitas.
Berlatar belakang pendidikan kedokteran yang mentereng, perempuan asal Surabaya ini memantapkan tekad mendirikan Yayasan Peduli Kasih Anak Berkebutuhan Khusus (YPKABK) Surabaya.
Ia melepas jabatannya sebagai Dosen Fakultas Kedokteran di Universitas Airlangga hanya untuk fokus merawat dan mendidik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sekaligus orang tuanya demi masa depan mereka.
Berangkat dari Pengalaman
Semua berawal dari pengalaman nyatanya sebagai orang tua. Saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), anak terakhir Sawitri sempat dianggap bodoh dan pengganggu oleh gurunya.
Anaknya didiagnosa mengalami Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) oleh psikiater dan memiliki prestasi relatif rendah (under achiever) dibanding anak-anak lain.
"Dokter anak tumbuh kembang itu bilang sebenarnya nggak papa anakmu, tapi batas bawah. Maksudnya IQ-nya batas bawah. Jadi harus hati-hati," ujarnya saat ditemui Ketik.co.id dalam acara Pameran Disabilitas di Sangri-La Hotel Surabaya, Sabtu, 30 November 2024.
Tak lekas berhenti, ibu tiga anak ini terus mencari jawaban apa yang sebenarnya terjadi pada si bungsu. Setelah melakukan riset cukup panjang, akhirnya dia menemukan jawaban bahwa si bungsu mengidap Learning Difficulty.
Sebuah gangguan yang memengaruhi kemampuan akademik seseorang. Dengan kata lain, kemampuan akademik si bungsu terbilang rendah. Dia cukup sulit berpikir tingkat tinggi, seperti analisa, berpikir kritis dan sebagainya.
"Dia bisa ngomong bisa nulis bisa apa saja, cuma high order thinking ini nggak bisa," jelas Sawitri.
Hasil karya disabilitas YPKABK di pameran Sangri-La Surabaya (Foto: Fatimah/Ketik.co.id)
Melihat kondisi itu, dia memutuskan mendidik dan mengajar anaknya sendiri. Sebab dia sangat yakin, tidak ada anak bodoh. Hanya saja belum bertemu mentor dan metode yang tepat.
Prinsip itu dia pegang erat sambil terus mencari kelebihan anaknya. Cara ini berhasil mengantarkan anaknya meraih gelar sarjana di Universitas Diponegoro Jurusan Sejarah.
Dirikan YPKABK
Berangkat dari pengalaman emosional antara ibu dan anak ini, Sawitri ingin mendirikan komunitas yang bisa menjadi tempat sharing ilmu dan pengalaman para orang tua ABK.
Namun, atas dukungan teman-temannya, perempuan 59 tahun ini resmi mendirikan Yayasan Peduli Kasih Anak Berkebutuhan Khusus (YPKABK) Surabaya pada 28 September 2012.
"Saya dulu pengennya komunitas, sekarang jadi yayasan. Teman-teman bantu menjadikan yayasan, semua saling bantu, jadilah ini," terang lulusan S2 University of Newcastle Australia ini.
Menariknya, keputusan bulatnya ini tidak hanya berasal dari pengalaman pribadi. Tetapi datang saat dirinya pergi belajar ke luar negeri.
"Sebagai dosen kan sering ke luar negeri, presentasi. Termasuk ke Amerika itu saya melihat selama pemerintahnya care, orang tua tau tumbuh kembang anak, teknologi maju, sudah tidak ada disabilitas sebenarnya," tukasnya.
Dia bercerita, ada perbedaan signifikan kondisi ABK di luar negeri dengan Indonesia. Di Amerika misalnya, ABK dijamin oleh pemerintah asalkan menjadi warga negara asli.
Sawitri mengamati itu semua selama berkunjung ke luar negeri untuk mempresentasikan penelitiannya dan mengikuti seminar tentang disabilitas, lansia dan perempuan di Washington DC, Amerika Serikat.
Begitu pun saat di Inggris. Lulusan S3 Program Doktoral Universitas Airlangga ini mengatakan, di sana perawatan ABK justru berfokus pada orang tua. Selain itu, dia melihat ibu kosnya di Inggris mengajar di sekolah berkebutuhan khusus.
Alasan ini yang semakin membulatkan tekadnya untuk fokus merawat ABK sembari terus mencari informasi tentang kondisi anaknya.
"Di luar negeri itu fokus ke orang tuanya. Sebenarnya saya pengennya orang tua aja seperti di luar negeri, benar-benar fokus. Tapi di sini orang tua itu banyak yang enggan. Akhirnya saya bagi dengan anak, jadi dua-duanya," jelas perempuan berhijab ini.
Dia berpendapat orang tua adalah sosok paling penting untuk perkembangan ABK. Orang tua harus terlibat dalam seluruh proses belajar agar terjalin kedekatan erat antara keduanya.
"Harus dengan orang tua. Saya nggak mau tanpa orang tua, meski beberapa anak saya bolehkan. Itu asal saya lihat orang tuanya benar-benar care," tegas Sawitri.
Dorong Potensi ABK
Kini YPKABK berkembang pesat di Jawa Timur dan berfokus di Surabaya, Sidoarjo, Trenggalek dan Pamekasan.
Meskipun sempat khawatir karena yayasan ini tidak dipungut biaya sepeserpun, pemilik nama lengkap Dr. Sawitri Retno Hadiati, dr, MQHC ini sangat yakin niat baiknya mendapat jalan dari Tuhan.
Ia merangkul semua golongan dan tidak pandang bulu. Baik itu ABK dengan latar belakang kurang mampu sampai berasal dari keluarga berada.
YPKABK tidak hanya menjadi tempat sharing terkait pengasuhan anak berkebutuhan khusus, tapi juga membekali anak-anak keterampilan memadai.
Seperti public speaking, menari, melukis, membuat kerajinan, dan lain-lain sesuai minat. Ia ingin ABK tumbuh menjadi sosok yang mandiri, berani, kreatif, dan berdaya.
"Saya itu bikin Festival Bersuara. Karena saya pengen kayak ABK di luar negeri yang berani ngomong berani protes. Saya fasilitasi semua," ungkapnya terlihat bersemangat pada Ketik.co.id.
Sawitri juga mengadakan webinar online setiap dua kali seminggu yang diikuti para orang tua beserta ABK, baik dari Indonesia maupun luar negeri.
"Pesertanya pernah dari Belgia dan Belanda," sebutnya.
Tak kalah hebat, selama 3 tahun ini ia membentuk Program Desa Kreatif Inklusif untuk mendorong kesejahteraan masyarakat, terutama ABK dengan menggandeng pemerintah setempat dan berbagai pihak.
"Sebenarnya semua untuk diri kita sendiri. Apapun yang kita kerjakan untuk diri sendiri, agama dan sebagainya," pesan Sawitri. (*)