DPRD Sidoarjo Terima Pengaduan Guru Honorer, Siap Perjuangkan Mereka ke Pusat

Jurnalis: Fathur Roziq
Editor: Muhammad Faizin

15 November 2024 15:48 15 Nov 2024 15:48

Thumbnail DPRD Sidoarjo Terima Pengaduan Guru Honorer, Siap Perjuangkan Mereka ke Pusat Watermark Ketik
Dua dari kiri, guru honorer SMPN 3 Sidoarjo Faishol Suudi, Sekretaris Komisi D Zahlul Yussar, Ketua Komisi D Dhamroni Chudlori, dan Kasi GTK SMP Disdikbud Sidoarjo M. Nuh berdiskusi setelah hearing di ruang rapat DPRD Sidoarjo pada Jumat (15 November 2024). (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)

KETIK, SIDOARJO – Komisi D DPRD Sidoarjo menerima pengaduan guru honorer di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten (Disdikbud) Sidoarjo. Mereka mengaku sebenarnya sudah berhak dapat tunjangan profesi pendidik, tapi belum pernah menerima sekalipun. Komisi D DPRD Sidoarjo mengajak (Disdikbud) Sidoarjo mencarikan solusinya.  

Dua guru honorer itu bernama Faishol Suudi SPdI. Dia adalah guru pengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 3 Sidoarjo. Seorang lagi bernama Laila Qomariyah. Laila bekerja sebagai guru pengajar pelajaran seni dan budaya di SMP Negeri 3 Sidoarjo juga.

”Saya sudah mengabdi sebagai pendidik sejak 2001. Dari sekolah swasta hingga menjadi pengajar di SMPN 3 Sidoarjo,” terang Faisol Suudi kepada Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo H Dhamroni Chudlori dalam hearing di ruang rapat DPRD Sidoarjo.

Dhamroni Chudlori memimpin sendiri hearing (rapat dengar pendapat) pada Jumat (15 November 2024). Dia didampingi oleh Sekretaris Komisi D DPRD Sidoarjo Zahlul Yussar dan anggota Komisi D DPRD Sidoarjo H Sutadji. Hearing itu juga dihadiri oleh perwakilan pejabat dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sidoarjo dan Disdikbud Sidoarjo.

Dalam pengaduannya, Faishol Suudi mengaku dirinya sudah pernah mengikuti sertifikasi guru. Bahkan, dia dinyatakan sudah lulus. Persoalannya, saat mengisi data-data untuk proses pencairan tunjangan profesi pendidik (TPP), terjadi kendala serius.

Hambatan itu muncul dalam pengisian aplikasi SIAGA di Kementerian Agama (Kemenag) Pusat. Begitu pula saat melakukan validasi NRG (Nomor Register Guru) dan verifikasi dan validasi ijazah di Info GKT (Informasi Guru dan Tenaga Kependidikan).

”Saya tidak bisa verifikasi,” kata Faishol Suudi dalam hearing tersebut.

Dia pun bingung. Berkas-berkas itu diunggahnya berkali-kali. Sudah dua tahun mencari penyebabnya juga belum berhasil menemukannya. Bertanya ke Disdikbud Sidoarjo juga tidak bisa ada solusi. Begitu juga ketika bertanya ke Kantor Kementerian Agama. Juga tidak ada solusi yang pasti.  

Setiap berusaha mencoba mengunggah berkas-berkas itu ke aplikasi SIAGA dan Info GTK, dirinya selalu gagal. Bahkan, pada akhirnya diketahui Nomor registrasi guru (NRG) guru miliknya berubah. Semua berkas yang diunggah dipastikan asli. Namun, aplikasi menyebutnya tidak asli.

”Saya tidak bisa melakukan verifikasi lagi,” keluh Faishol Suudi.

Belakangan Faishol mengetahui bahwa untuk pencairan tunjangan profesi pendidik diperlukan Surat Keputusan (SK) Bupati tentang statusnya sebagai guru honorer. SK itu merupakan pegangan untuk membuktikan dirinya benar-benar bertugas di SMPN 3 Sidoarjo.

”Karena belum dapat SK itu, kami tidak bisa mendaftar PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja),” terang Faishol Suudi lagi.

Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori meminta perwakilan Kantor Kemenag Sidoarjo menjawabnya. Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Agama Islam (PAI) di Kantor Kementerian Agama Sidoarjo Imam Mukozali menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada masalah di aplikasi SIAGA Kemenag. Seharusnya persyaratan untuk memperoleh tunjangan sertifikasi pendidik sudah terpenuhi.

”Mungkin ini terkait NRG dan Dapodik (Data Pokok Pendidikan) yang lebih berhubungan dengan Dinas (Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo),” kata Imam Mukozali.

Kantor Kemenag Sidoarjo memperkirakan, persoalan Faishol Suudi lebih terkait dengan kendala belum adanya SK pengangkatan sebagai honorer. Minimal dari Kadispendik atau Bupati. Karena itu, muncul kendala teknis di aplikasi.

Foto Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori (kiri) berdiskusi dengan Kasi Pendidikan Agama Islam Kantor Kemenag Sidoarjo Imam Mukozali dan Sekretaris Disdikbud Sidoarjo Ronny Juliano. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori (kiri) berdiskusi dengan Kasi Pendidikan Agama Islam Kantor Kemenag Sidoarjo Imam Mukozali dan Sekretaris Disdikbud Sidoarjo Ronny Juliano. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)

Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori pun meminta Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo Ronny Juliano menjelaskan masalah itu. Menurut Ronny, persoalan Faishol Suudi lebih terkait dengan kendala teknis. Semua aplikasi dikelola langsung oleh Kementerian. Bukan dinas pendidikan dan kebudayaan. Jika pengisian aplikasi tidak sesuai, maka akan muncul tanda merah. Tanda ditolak.

”Kalau melihat prosesnya, kendalanya ada di tidak adanya SK Bupati,” terang Ronny. Itu terjadi ketika Faishol Suudi beralih statusnya dari guru di sekolah swasta menjadi pendidik di sekolah negeri. Jadi, TPP tidak bisa cair.

Kepala Seksi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) SMP Disdikbud Sidoarjo M. Nuh menjelaskan, status guru pendidikan agama berada di wilayah Kementerian Agama. Bukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo. Status Faishol Suudi memang sudah lulus sertifikasi, tapi belum mendapatkan SK pengangkatan dari bupati. Persoalan lainnya mungkin status ijazah perguruan tinggi yang bersangkutan saat lulus kuliah. Akreditasinya minimal haru B.

”Tunjangan bisa cair jika mendapatkan SK bupati dengan status PPPK),” terang M. Nuh.

Selain Faishol Suudi, hearing Komisi D DPRD Sidoarjo juga dihadiri oleh Laila Qomariyah. Perempuan itu adalah guru seni dan budaya di SMPN 3 Sidoarjo. Tapi, ijazahnya adalah ijazah S-1 bahasa Jawa.

Laila bercerita. Saat dirinya mendaftar Pendidikan Profesi Guru (PPG), tidak ada formasi untuk S-1 guru bahasa Jawa. Namun, dia bisa mengikuti formasi guru S-1 Seni dan Budaya karena dianggap serumpun. Dia pun akhirnya mengikuti PPG dan dinyatakan lulus.

Masalah muncul saat proses pencairan tunjangan profesi pendidik. Sebab, ternyata ijazah pendidikan S-1 Lailah Qomariah dengan lulusan PPG tidak linear. Ijazah bahasa Jawa, tapi sertifikat PPG-nya seni dan budaya.

”Saya berharap mendapatkan solusi atas persoalan ini,” ungkap Laila kepada Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori.

Laila mengaku tidak sendirian. Ada beberapa rekannya yang juga mengalami kendala serupa. Mereka lulus PPG, tapi tidak bisa menerima tunjangan profesi pendidik.

Namun, lagi-lagi persoalan ini menyangkul hal teknis. Yaitu, regulasi di dua Kementerian yang belum klop. Masing-masing Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian PAN-RB.

Sepanjang regulasi tidak berubah di dua kementerian tersebut, dinas pendidikan tidak bisa apa-apa. Persoalan ini di luar otoritas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo. Banyak pekerjaan rumah yang juga terkait konflik norma seperti ini. Dinas pendidikan tidak bisa intervensi ke situ.

”Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo dalam hal ini bukan regulator.  Tapi, masalah ini tetap kami sampaikan ke kementerian dan pihak-pihak terkait,” terang Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo Ronny Juliano.

Mendengar keluhan dan jawaban dalam hearing itu, Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori memastikan kendalanya ada di pemerintah pusat. Nasib yang menimpa ribuan tenaga honorer di Pemkab Sidoarjo memang perlu perhatian. Mereka tidak bisa diangkat menjadi PPPK karena kendala aturan.

Dhamroni Chudlori menyebut banyak sekali tenaga honorer terbentur regulasi. Mulai petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Sidoarjo, tenaga lapangan di Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air (BM SDA), dan sebagainya.

”Saya sudah memperjuangkan mereka sejak menjadi Ketua Komisi A. Tapi, kendalanya memang ada di pusat,” tegas legislator PKB di DPRD Sidoarjo itu.

Dia berharap akan ada perubahan di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini. Pegawai-pegawai honorer mendapatkan prioritas untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN), semisal PPPK. Lebih-lebih yang sudah puluhan tahun mengabdi.

”Kita wajib mengapresiasi pengabdian mereka. Semua sudah terbukti bekerja,” ungkap Dhamroni.

Ketua Fraksi PKB di DPRD Sidoarjo itu pun mengajak Dinas Pendikan dan Kebudayaan Sidoarjo untuk memperjuangkan nasib mereka ke Jakarta. Baik di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun di Kementerian Pendayagunaan dan Reformasi Birokrasi (Kemen-PAN RB).  

”Kita sampaikan problem-problem pegawai di daerah. Mudah-mudahan ada solusinya,” tegas Dhamroni.

Sekretaris Komisi D DPRD Sidoarjo Zahlul Yussar menambahkan, persoalan yang dihadapi pegawai honorer itu perlu terus diperjuangkan. Tentu saja, dengan mengajak dan berkonsultasi dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sidoarjo.

”Ayo kapan kita ke Kemen PAN. Kita sampaikan nasib mereka,” kata Zahlul.

Di Kabupaten Sidoarjo, ada sekitar 2.500-an tenaga honorer. Mereka bekerja berbagai instansi Pemkab Sidoarjo. Di Dinas Perhubungan, misalnya, ada 273 orang, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (711), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (192), serta Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air (198).

Selain itu, di Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo ada 102 tenaga honorer. Dinas Sosial (176), Satpol PP (239). Yang lebih banyak lagi ada di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sekitar 2.100 orang.

Pada rekrutman ASN 2024 ini, ada lowongan formasi PPPK dan CPNS. Totalnya ternyata hanya 1.165 formasi. Masing-masing 400 tenaga kesehatan, 400 tenaga pendidikan, dan 365 tenaga untuk disebar di berbagai organisasi perangkat daerah (OPD). (*)

Tombol Google News

Tags:

DPRD Sidoarjo Komisi D DPRD Sidoarjo Hearing Guru Honorer Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo Kemenag Sidoarjo Sertifikasi Guru Kemendikbud Kemen PAN RB